Jumat, 27 Desember 2013
Aleppo Benteng Terakhir Legiun Romawi
Aleppo Yang Indah Mempesona |
Gustave Le Bon adalah salah satu
manusia yang kadung terpikat dengan kemajuan ilmu pengetahuan orang-orang
Muslim di masa lampau. Sejarawan besar asal Prancis itu menyebut mereka sebagai
pionir kegairahan akan semangat intelektual dan spiritual setelah bangsa
Yunani.
"Sejak abad ke-9, kota-kota
yang dibangun oleh orang-orang Muslim nyaris selalu menjadi pusat
peradaban,” tulis Le Bon dalam La Civilisation des
Arabes. Salah satukota yang disebut Le Bon sebagai pusat peradaban itu
adalahAleppo.
Pertama kali, nama Aleppo muncul
dalam sebuah manuskrip kuno dari abad ke-3 SM. Tapak Aleppo juga terbaca selama
masa kekuasaan Raja Akkadian, anak Sargon (2530 SM - 2515 SM). Disebutkan
Aleppo purba pernah mengalami zaman keemasan kala Raja Hammurabi berkuasa
di Babilonia.
Pada abad ke-5, Kekaisaran Romawi
menguasai kotayang terletak dekat kawasan Antiokia tersebut. Seiring
menancapnya kuku kekuasaan Romawi maka tersebar pula agama Kristen di
ranahAleppo.
Aleppobukan sekadar kota biasa bagi
para penguasa Romawi. Kota tersebut adalah pertahanan terkuat legiun Romawi di
kawasan Syiria. Anggapan itu tentu saja disesuaikan dengan kondisi lapangan di
Aleppo yang sangat strategis secara militer. “…Terletak pada puncak bukit
terjal, hingga jalan untuk mendekatinya hanya dari satu jurusan saja
yakni dari arah Gerbang Depan,” tulis Historians History of the World
jilid VIII.
Namun tidak ada kekuatan yang abadi.
Pada 637 M,Aleppo dikepung oleh pasukan Arab Islam pimpinan Panglima Khalid ibn
Walid. Dikisahkan proses pengepungan tersebut berlangsung sangat dramatis dan
alot. Kendati sudah menjalankan pengepungan selama berbulan-bulan, Aleppo tak
jua terkuasai.
Demi mendengar ketidakmajuan gerak
pasukan Arab Islam di Aleppo, Khalifah Umar merasa tidak sabar. Rasyidin kedua
itu akhirnya mengirimkan bantuan pasukan tambahan dari Medina. Sebagian besar
adalah kekuatan kavaleri yang terdiri dari pasukan berkuda dan pasukan berunta.
Tersebutlah, di dalam pasukan
tambahan itu seseorang bernama Demas. Ia merupakan seorang anak muda yang
memiliki perawakan tinggi besar dan berbadan tegap. Saat menyaksikan Demas dan
kawan-kawannya yang juga memiliki perawakan serupa, muncul ide “gila” di otak
Khalid. Ia lantas membicarakan rencana berani dan berbahaya itu kepada Panglima
Besar Abu Ubaidah.
“Dengan kepercayaan diri yang sangat
kuat, Khalid menyodorkan sebuah rencana teramat berani. Ia menyatakan akan
memimpin satu regu pasukan khusus untuk menembus dinding tembok yang menghadap
tubir bukit batu yang terjal dan curam dari bentengAleppo,” tulis Joesoef
Sou’yb dalam Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin.
Pada mulanya Abu Ubaidah menolak
rencana “gila” Khalid tersebut. Alasannya, ia khawatir cara itu hanya akan
menelan korban sia-sia di pihak pasukan Arab Islam. Tetapi setelah memberikan
alasan yang meyakinkan dan disertai komitmen rela untuk syahid dari pasukan
berani mati tersebut, Abu Ubaidah akhirnya luruh juga.
Akhirnya pada suatu malam saat bulan
dan bintang malas menampakan diri di langit Aleppo, satu regu kecil pasukan
memanjati pinggir benteng yang paling terjal itu. Dengan kelincahan
seperti musang, mereka merayapi bongkah demi bongkah batu hingga tiba pada sisi
tembok benteng.
Lantas tujuh orang diantara mereka
yang paling kuat menyediakan diri sebagai tangga, dengan saling berdiri pada
bahu masing-masing; 4 orang di bawah, 2 orang berdiri pada bahu keempat orang
itu dan seorang lagi berdiri pada tingkat ketiga.
Melalui tangga manusia tersebut,
satu persatu anggota pasukan berhasil mencapai puncak dinding tembok benteng.
Lantas seperti serombongan hantu, mereka bergerak ke arah gerbang benteng. Demi
menghadapi serangan mendadak itu, para pengawal benteng yang tengah
terkantuk-kantuk dibuat tak berdaya.
Saat sebagian berkelahi dengan para
pengawal benteng yang jumlahnya cukup besar, sebagian anggota penyusup lainnya
melepaskan rantai benteng. Begitu pintu gerbang benteng terbuka, suara takbir
pun menderu diikuti banjir pasukan kavaleri yang merangsek seluruh area benteng
Aleppo.
Saat matahari mencapai puncak,
pertempuran bersejarah itu pun berakhir dengan hasil gemilang di pihak pasukan
Arab Islam. Kota benteng Aleppo yang selama berabad-abad tak tertaklukan
akhirnya harus bertemu dengan batas takdirnya: jatuh di bawah kekuasaan
Kekhalifahan Arab Islam.
Akibat pertempuran tersebut, korban
tewas pada pihak Romawi tak terkirakan jumlahnya. Sumber-sumber Romawi menyebut
jumlah ribuan, termasuk di dalamnya seorang panglima besar mereka yang bernama
Vartanius.” Dengan jatuhnya Aleppo maka lumpuhlah seluruh pertahanan imperium
Romawi di Syiria,”ungkap Historians History of the World jilid VIII.
Usai berlalunya kekuasaan para
rasyidin,Aleppo kembali menjadi rebutan berbagai bangsa. Silih berganti dinasti
yang datang dan pergi, mulai dari Umayyah dan Abasiyyah hingga Mongol dan
Turki. Aleppo kembali mencapai kejayaannya pada era Dinasti Ayyubiyah (579-659
H/1183 M - 1260 M). Salah satu raja yang tersohor waktu itu bernama Ghazi Ibn
Salah Eddine. Ia menjadi pelindung Aleppo dan membuat kota tua tersebut kembali
harum dan disegani. Era keemasan itu berakhir pada 1260 M, ketika bangsa Mongol
di bawah pimpinan Hulagu Khan menghancurkan Aleppo.
Namun terlepas dari itu semua,
sejarah mengakui sejak Islam datang, gambaran Aleppo berubah: dari sekadar kota
benteng menjadi pusat ilmu pengetahuan. Dari kota itu, muncul sederet ilmuwan
terkenal. Sebut saja filosof termasyhur, Al Farabi, Bapak Aljabar, Al
Khawarizmi dan Ibnu al Mahasin.
Nama terakhir itu adalah dokter
spesialis mata yang sangat terkenal. Pada 1260 M, dia menulis sebuah buku
setebal 564 halaman yang mengupas dan memberi gambaran tentang beragam
peralatan bedah, termasuk 36 peralatan bedah mata. Ia juga membahas tentang
saluran kecil yang menghubungkan mata dengan otak dan menulis tentang 12 macam
operasi katarak.
Aleppo pun dikenal sebagai gudang
buku dan manuskrip berbagai disiplin ilmu di zamannya.Bidang ilmu seperti
matematika, kedokteran, biologi, kimia, filsafat, militer dan sosiologi
bermunculan bak cendawan di musim hujan. Banyak orang Eropa yang datang untuk
belajar ke Allepo. Bahkan tak jarang, di antara mereka yang terpikat dan jatuh
hati kepada kota tua tersebut. Laiknya Gustave Le Bon.
Read more »
Asal-Usul,
Rate this posting: {[["☆","★"]]}
Author: Abufajri
Penulis Blog Kelas Pemula Tea. Read More →
Artikel Terkait:
Asal-Usul
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
wah keren juga yah bangunan aleppo benteng terakhir legiun romawinya, bentengnya tertata dengan rapi, makasih sharingnya sob :)
BalasHapusOkke, terima kasih atas kunjungannya.
BalasHapus