Daftar Isi Clicking Here!

Ad 468 X 60

Terlepas berhasil menjadi baik atau tidak itu urusan nanti, yang penting selalu berusaha baik !
Tampilkan postingan dengan label tsaqafah. Tampilkan semua postingan

Kamis, 17 Mei 2018

SEJARAH KELAM PEMBUNUHAN SESAMA MUSLIM YANG TAK PERNAH TERLUPAKAN

Gelombang JARGON Kembali ke Al-Qur'an dan As-Sunnah Sangat Deras Sekali . Sebuah fenomena ???

Akankah terulang Sejarah Akhir priode khulafaur rasyidin?

“Hukum itu milik Allah, wahai Ali. Bukan milikmu dan para sahabatmu.”

Itulah teriakan Abdurrahman bin Muljam Al Muradi (Khawarij) ketika menebas tubuh Sayyidina Ali bin Abi Thalib, karamallahu wajhah pada saat bangkit dari sujud shalat Shubuh pada 19 Ramadhan 40 H itu.

Abdurrahman bin Muljam menebas tubuh Sayyidina Ali bin Abi Thalib dengan pedang yang sudah dilumuri racun yang dahsyat. Racun itu dibelinya seharga 1000 Dinar.
Tubuh Sayyidina Ali bin Abi Thalib mengalami luka parah, tapi beliau masih sedikit bisa bertahan. 3 hari berikutnya (21 Ramadhan 40 H) nyawa sahabat yang telah dijamin oleh Rasulullah SAW menjadi penghuni surga itu hilang di tangan seorang muslim yang selalu merasa paling Islam.

Sayyidina Ali dibunuh setelah dikafirkan.
Sayyidina Ali dibunuh setelah dituduh tidak menegakkan hukum Allah.

Sayyidina Ali dibunuh atas nama hukum Allah.
Itulah kebodohan dan kesesatan orang Khawarij yang saat ini masih ngetrend ditiru oleh sebagian umat muslim.

Tidak berhenti sampai di situ, saat melakukan aksinya Ibnu Muljam juga tidak berhenti membaca Surat Al Baqarah ayat 207 sebagai pembenar perbuatannya:

وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاءَ مَرْضَاتِ اللَّهِ ۗ وَاللَّهُ رَءُوفٌ بِالْعِبَادِ

“Dan di antara manusia ada orang yang mengorbankan dirinya karena mencari ke-ridla-an Allah; dan Allah Maha Penyantun kepada hamba-hamba-Nya.”

Maka sebagai hukuman atas kejahatannya membunuh khalifah Ali, Ibnu Muljam kemudian dieksekusi mati dengan cara qishas . Proses hukuman mati yang dijalankan terhadap Ibnu Muljam juga berlangsung dengan penuh dramatis. Saat tubuhnya diikat untuk dipenggal kepalanya dia masih sempat berpesan kepada algojo:

“Wahai Algojo, janganlah engkau penggal kepalaku sekaligus. Tetapi potonglah anggota tubuhku sedikit demi sedikit hingga aku bisa menyaksikan anggota tubuhku disiksa di jalan Allah.”

Ibnu Muljam meyakini dengan sepenuh hati bahwa aksinya membunuh suami Sayyidah Fathimah, sepupu Rasulullah, dan ayah dari Sayyid Al-Hasan dan Al-Husein itu adalah sebuah aksi jihad fi sabilillah.

Seorang ahli surga meregang nyawa di tangan seorang muslim yang meyakini aksinya itu adalah di jalan kebenaran demi meraih surga Allah.

Potret Ibnu Muljam adalah realita yang terjadi pada sebagian umat Islam di era modern. Generasi pemuda yang mewarisi Ibnu Muljam itu giat memprovokasikan untuk berjihad di jalan Allah dengan cara memerangi, dan bahkan membunuh nyawa sesama kaum muslimin.

Siapa sebenarnya Ibnu Muljam? Dia adalah lelaki yang shalih , zahid dan bertakwa dan mendapat julukan Al-Muqri’ . Sang pencabut nyawa Sayyidina Ali itu seorang hafidz (penghafal Al-Qur'an) dan sekaligus orang yang mendorong sesama muslim untuk menghafalkan kitab suci tersebut.

Khalifah Umar bin Khattab pernah menugaskan Ibnu Muljam ke Mesir untuk memenuhi permohonan ‘Amr bin ‘Ash untuk mengajarkan hafalan Al-Qur'an kepada penduduk negeri piramida itu. Dalam pernyataannya, Khalifah Umar bin Khattab bahkan menyatakan:
“Abdurrahman bin Muljam, salah seorang ahli Al-Qur'an yang aku prioritaskan untukmu ketimbang untuk diriku sendiri. Jika ia telah datang kepadamu maka siapkan rumah untuknya untuk mengajarkan Al-Qur'an kepada kaum muslimin dan muliakanlah ia wahai ‘Amr bin ‘Ash” kata Umar.

Meskipun Ibnu Muljam hafal Al-Qur'an, bertaqwa dan rajin beribadah, tapi semua itu tidak bermanfaat baginya. Ia mati dalam kondisi su’ul khaatimah, tidak membawa iman dan Islam akibat kedangkalan ilmu agama yang dimilikinya. Afiliasinya kepada sekte Khawarij telah membawanya terjebak dalam pemahaman Islam yang sempit. Ibnu Muljam menetapkan klaim terhadap surga Allah dengan sangat tergesa-gesa dan dangkal. Sehingga dia dengan sembrono melakukan aksi-aksi yang bertentangan dengan nilai-nilai luhur agama Islam. Alangkah menyedihkan karena aksi itu diklaim dalam rangka membela agama Allah dan Rasulullah.

Sadarkah kita bahwa saat ini telah lahir generasi-generasi baru Ibnu Muljam yang bergerak secara massif dan terstruktur. Mereka adalah kalangan shaleh yang menyuarakan syariat dan pembebasan umat Islam dari kesesatan. Mereka menawarkan jalan kebenaran menuju surga Allah dengan cara mengkafirkan sesama muslim. Ibnu Muljam gaya baru ini lahir dan bergerak secara berkelompok untuk meracuni generasi-generasi muda Indonesia. Sehingga mereka dengan mudah mengkafirkan sesama muslim, mereka dengan enteng menyesatkan kiyai dan ulama.

Raut wajah mereka memancarkan kesalehan yang bahkan tampak pada bekas sujud di dahi. Mereka senantiasa membaca Al-Qur'an di waktu siang dan malam. Namun sesungguhnya mereka adalah kelompok yang merugi. Rasulullah dalam sebuah hadits telah meramalkan kelahiran generasi Ibnu Muljam ini:

"Akan muncul suatu kaum dari umatku yang pandai membaca Al-Qur'an dengan lisan mereka tetapi tidak melewati tenggorokan mereka, mereka keluar dari Islam sebagaimana anak panah meluncur dari busurnya." (Shahih Muslim, hadits No.1068)

Kebodohan mengakibatkan mereka merasa berjuang membela kepentingan agama Islam padahal hakikatnya mereka sedang memerangi Islam dan kaum muslimin.

Wahai kaum muslimin, waspadalah pada gerakan generasi Ibnu Muljam. Mari kita siapkan generasi muda kita agar tidak diracuni oleh golongan Ibnu Muljam gaya baru.

 Islam itu agama Rahmatan Lil 'Aalamiin . Islam itu agama keselamatan. Islam itu merangkul, dan bukan memukul.

اللهم اهدنا و احفظنا والمسلمين في كل مكان ، آمين Read more »

Jumat, 20 April 2018

Benarkah Umar bin Khattab mengubur hidup-hidup anak perempuannya di masa Jahiliyah?

Beredar cerita khalifah ke-2 (Umar bin Khattab) mengubur hidup-hidup anak perempuannya di masa Jahiliyah (sebelum beliau masuk islam), Benar atau tidak kah kisah ini? Berikut ini adalah penjelasan yg mungkin bisa menjadi sedikit bahan pertimbangan dan kajian dalam menyikapi kisah ini:

Riwayat yang menyebutkan bahwa Umar bin Khaththab Radliyallahu ‘anhu pernah mengubur hidup-hidup anak perempuannya di masa Jahiliyah (Sebelum beliau masuk islam) adalah riwayat yg meragukan dan Bathil (Tidak sah, Cacad, Invalid).

Diantara bukti keraguan dan kebathilannya adalah sebagai berikut:

(1). Riwayat tersebut tidak ada sama sekali didalam kitab-kitab hadits mutabar, baik itu kitab hadits shahih, Hadits dha’if, Bahkan di dalam kitab tarikh (sejarah Islam) yang ditulis para ulama Ahlus Sunnah pun tidak ada dan tidak pernah disebutkan.

(2). Riwayat ini sangat sering dan banyak disebutkan serta disebar luaskan oleh kaum Syi’ah dan Rafidlah yg sangat tidak menyukai kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Khaththab, dan para shahabat Rasulullah SAW yg lainnya.

(3). Mengubur hidup-hidup anak perempuan, adalah bukan tradisi dan kebiasaan keluarga Umar bin Khattab Radliyallahu ‘anhu dan kabilahnya dari Bani Adiy di masa Jahiliyah. Sebagai buktinya, Umar bin Khattab Radliyallahu ‘anhu menikah dengan seorang wanita yang bernama Zainab binti Mazh’un (saudari Utsman bin Mazh’un R.A) dan melahirkan beberapa anak, diantaranya: Hafshah, Abdurrahman dan Abdullah bin Umar. Hafshah adalah anak perempuan Umar Bin Khaththab R.A yang paling besar. Ia dilahirkan 5 tahun sebelum diutusnya Nabi Muhammad SAW sebagai Nabi dan Rosul. Demikian pula Umar Bin Khattab R.A memiliki saudari kandung yang bernama Fathimah binti Al-Khattab, ”Pertanyaannya”, kalau sekiranya mengubur hidup-hidup anak perempuan adalah suatu tradisi dan kebiasaan keluarga Umar bin Khattab dan Bani Adiy, maka kenapa Hafshah binti Umar bin Al-Khattab dan Fathimah binti Al-Khattab dibiarkan masih hidup hingga dewasa? Bahkan Hafshah binti Umar bin Al-Khattab menjadi salah satu istri Nabi Muhammad SAW, Padahal Hafshah adalah anak perempuan Umar bin Khattab yg paling besar. “Jika memang kisah itu benar”, Pertanyaannya adalah, Kenapa yg dikubur hidup-hidupnya anak perempuannya yg paling kecil?? (yg dilahirkan setelah Hafshah). Dan kenapa kejadian ini tidak pernah diceritakan oleh anak-anak Umar bin Khattab dan keluarganya setelah mereka memeluk agama Islam??.

(4). Kalau pun kita menganggap bahwa riwayat tersebut benar dan shahih, kita memandang tidak ada faidah dan manfaat sedikit pun dari menceritakan dan menyebarluaskan berita tersebut. Karena hal itu dilakukan Umar bin Khattab di masa Jahiliyyah (Sebelum beliau masuk islam). Bukankah setelah Umar bin Khathab Radliyallahu ‘anhu masuk Islam, maka insya Allah semua dosa-dosa dan kesalahannya, termasuk perbuatan kemusyrikan dan kekufurannya (yg merupakan dosa paling besar diantara dosa besar) dihapuskan dan diampuni oleh Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT

ﻗُﻞْ ﻟِﻠَّﺬِﻳﻦَ ﻛَﻔَﺮُﻭﺍ ﺇِﻥْ ﻳَﻨْﺘَﻬُﻮﺍ ﻳُﻐْﻔَﺮْ ﻟَﻬُﻢْ ﻣَﺎ ﻗَﺪْ ﺳَﻠَﻒَ

“Katakanlah (hai Muhammad) kepada orang-orang kafir itu, “Jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan mengampuni mereka dari dosa-dosa mereka yang sudah lalu”. (QS.l-Anfal 8:8). Dan juga berdasarkan sabda Nabi Muhammad SAW kepada Amr bin Al-Ash Radliyallahu ‘anhu ketika ia masuk Islam,

ﺃَﻣَﺎ ﻋَﻠِﻤْﺖَ ﺃَﻥَّ ﺍﻹِﺳْﻼَﻡَ ﻳَﻬْﺪِﻡُ ﻣَﺎ ﻛَﺎﻥَ ﻗَﺒْﻠَﻪُ

“Tidakkah engkau mengetahui bahwa (masuk) Islam itu akan menghapuskan dosa-dosa dan kesalahan yang dilakukan sebelumnya ” (HR. Muslim:121 dari Amr bin Al-Ash R.A).

(5). Terdapat hadits shahih yang menunjukkan bahwa Umar bin Khaththab Radliyallahu ‘anhu tidak pernah mengubur anak perempuannya hidup-hidup di masa Jahiliyyah. Yaitu riwayat berikut ini:

ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﻌﻤﺎﻥ ﺑﻦ ﺑﺸﻴﺮ ﺭﺿﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻨﻪ : ﺳﻤﻌﺖ ﻋﻤﺮ ﺑﻦ ﺍﻟﺨﻄﺎﺏ ﻳﻘﻮﻝ: ﻭﺳﺌﻞ ﻋﻦ ﻗﻮﻟﻪ : ‏( ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺍﻟْﻤَﻮْﺀُﻭﺩَﺓُ ﺳُﺌِﻠَﺖْ ‏) ﺍﻟﺘﻜﻮﻳﺮ 8/ ، ﻗﺎﻝ : ﺟﺎﺀ ﻗﻴﺲ ﺑﻦ ﻋﺎﺻﻢ ﺇﻟﻰ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺎﻝ : ‏( ﺇﻧﻲ ﻭﺃﺩﺕ ﺛﻤﺎﻧﻲ ﺑﻨﺎﺕ ﻟﻲ ﻓﻲ ﺍﻟﺠﺎﻫﻠﻴﺔ . ﻗﺎﻝ : ﺃﻋﺘﻖ ﻋﻦ ﻛﻞ ﻭﺍﺣﺪﺓ ﻣﻨﻬﺎ ﺭﻗﺒﺔ . ﻗﻠﺖ : ﺇﻧﻲ ﺻﺎﺣﺐ ﺇﺑﻞ . ﻗﺎﻝ : ‏( ﺃﻫﺪ ﺇﻥ ﺷﺌﺖ ﻋﻦ ﻛﻞ ﻭﺍﺣﺪﺓ ﻣﻨﻬﻦ ﺑﺪﻥ

An-Nu’man bin Basyir R.A, berkata: “Aku pernah mendengar Umar bin Khaththab berkata ketika ditanya tentang firman Allah, “Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya “. (QS.At-Takwir: 8). Umar bin Khattab R.A, menjawab: “Qois bin Ashim pernah mendatangi Rosulullah SAW seraya berkata, “Sesungguhnya aku pernah mengubur hidup-hdiup delapan anak perempuanku di masa Jahiliyyah”. Maka Nabi Muhammad SAW berkata (kepadanya), “Merdekakanlah seorang budak untuk setiap anak perempuan (yang engkau kubur hidup-hidup)”. Aku jawab, “Aku memiliki unta”. Nabi berkata, “jika engkau mau, bersedekahlah dengan seekor unta untuk setiap anak perempuanmu yang engkau kubur hidup-hidup”.

(Diriwayatkan oleh Al-Bazzar:I/60, Ath-Thabraniy di dalam Al-Mu’jam Al-Kabir:18/337, dan Al-Haitsamiy, berkata: “Dan para perawi (dalam isnad) Al-Bazzar adalah para perawi yang ada dalam kitab Ash-Shahih (Shahih Al-Bukhori / Muslim), kecuali Husain bin Mahdi Al- Ailiy, dia perawi yang tsiqah (terpercaya)”. Lihat Majma’ Az-Zawaid VII/283. Dan hadits ini dinyatakan shahih oleh Asy-Syaikh Al-Albaniy di dalam Silsilah Al-Ahadits ash-Shahihah: 3298. Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu ini menerangkan tentang kaffarah (penebus dosa) bagi orang yang pernah mengubur hidup-hidup anak perempuannya di masa Jahiliyyah. Tatkala Umar bin Khaththab meriwayatkan tentang perbuatan Qois bin Ashim, dan beliau tidak menceritakan tentang dirinya dalam perbuatan tersebut, maka ini membuktikan bahwa Umar bin Khaththab tidak pernah mengubur hidup-hidup anak perempuannya, sebagaimana riwayat bathil yg beredar ditengah kaum muslimin ini.

Semoga mudah dipahami dan menjadi ilmu yg bermanfaat. Semoga Allah SWT melindungi kita semua dari bahaya riwayat-riwayat dusta dan batil dalam urusan agama Islam. Mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan dalam artikel singkat ini,

Wallahu ‘alam bish-showab. Read more »